Halaman

Jumat, 13 Maret 2015

SOELOEH BOEDAJA BATJA

Mendidik kepribadian dapat dilakukan melalui buku. Dengan membaca buku seseorang akan memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas, dari situ ia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk sehingga akan terbentuk pribadi yang jauh lebih baik dari sebelumnya. 

Minat dan kebutuhan masyarakat untuk gemar membaca memerlukan perhatian serius dari segala lapisan masyarakat, pemerintah, aktor pendidikan dan dari pihak yang sadar dan peduli akan arti pentingnya membaca bukan hanya sebagai hobi, tetapi juga memutus rantai kemiskinan, kebodohan dan ketidakpedulian sosial.

Bagaimana dengan mahasiswa hari ini yang notabennya berada dalam lingkup pendidikan dan akrab dengan ilmu pengetahuan? Bukankah kebiasaan baca buku seharusnya membudaya dikalangan mahasiswa? Seharusnya!!


Membaca, bagi sebagian (mungkin tepatnya sebagian besar), mahasiswa hari ini merupakan sesuatu yang tabu untuk dilakukan. Membaca jurnal atau buku teks? Membaca novel yang merupakan karangan fiksi saja jarang. Apalagi harus menyentuh buku-buku tebal yang membahas materi serius, belum lagi buku tersebut berbahasa asing. 

Membaca, pada kenyataannya sering dilakukan menjelang ujian. Bahkan ada yang melakukannya secara ‘SKS’, atau sistem kebut semalam. Alih-alih ingin memahami sebanyak mungkin yang dibaca, membaca justru bikin buyar karena dilakukan dengan tidak fokus. Karena panik sudah dekat ujian. Kalau sudah seperti itu, biasanya, kebanyakan mahasiswa memilih untuk tarik selimut, kemudian mimpi indah, mencari ketenangan ketimbang harus pusing dengan membaca.

Mahasiswa harus dekat dengan buku dan literatur-literatur yang sejenis, mahasiswa sebagai seorang akademisi sudah selayaknya menyantap buku-buku yang akan menambah pengetahuan dan wawasan, namun sekarang jangankan untuk membaca, membawa buku saja sudah merupakan beban bagi sebagian mahasiswa, dikarenakan tebalnya ukuran dan beratnya buku itu. Hal yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Jadi singkat cerita, pada kenyataannya, minat baca dikalangan mahasiswa masih terbilang sangat rendah, mahasiswa masih urung untuk buka buku, apalagi untuk baca. Padahal mahasiswa sebagai kaum terdidik selayaknya membaca untuk kemajuan bangsa. Ya tapi apa boleh dikata, ternyata para mahasiswa masih belum melek dan sadar betapa penting kebiasaan baca buku.

Mengapa mahasiswa malas baca buku? sebenarnya banyak penyebabnya, baik itu dari lingkungan atau pun dari dalam diri mahasiswa itu sendiri. Dari analisis kami, berikut beberapa penyebab rendahnya minat baca dikalangan mahasiswa.

Pertama, sistem pembelajaran yang belum bisa memaksa mahasiswa membaca buku, mencari informasi, atau mencari lebih dari apa yang diajarkan. Seharusnya pendidik mampu membuat mahasiswa penasaran sehingga timbul ras ingin tahu dan sikap kritis, dan dari situ akan muncul keinginan untuk membaca. 

Kedua, terlalu banyaknya jenis hiburan, permainan/games, dan tayangan televisi yang membuat kiat sibuk sehingga tidak ada waktu untuk membaca, apalagi dengan menjamurnya media sosial sekarang ini, mulai dari frienstre sampai dengan twitter, mereka lebih memilih chating berjam jam dari pada membaca buku. Inilah salah satu dari dua mata pisau kemajuan teknologi.

Ketiga, banyaknya tempat hiburan untuk menghabiskan waktu seperti taman rekreasi, tempat karaoke, mall, bioskop, dan masih banyak lagi. Parahnya, tempat-tempat hiburan seperti ini menjamur di kawasan pendidikan atau di sekitar kampus. Ada baiknya ke tempat hiburan untuk menghilangkan stress dan sekaligus rekreasi, tetapi lain cerita jika setiap hari kita berkunjung ditempat hiburan. Tempat tempat hiburan telah jadi kampus kedua untuk para mahasiswa. 

Keempat , membaca masih dianggap sebagai hal yang tabu, bahkan sebutan untuk orang yang suka membaca buku saja, terkesan kumuh dan jorok. KUTU BUKU. Dan budaya membaca yang di anggap ‘enggak gaul’ dan lebih dekat dengan anak-anak yang ‘cupu’. Pembaca buku diidentikkan dengan mereka yang penampilannya aneh, berkacamata tebal. Sebuah diskriminasi sosial yang memprihatinkan.

Untuk memberikan gambaran mengenai pentingnya membaca, kami tidak ingin berpanjang lebar. Analogi, lihat saja masyarakat Jepang yang membudayakan baca buku. Membaca dianggapnya bukan sebuah tuntutan, tetapi sebagai kebutuhan, dan kebiasaan baca itu bukan hanya oleh pelajar dan mahasiswanya, tetapi masyarakatnya secara umum. Bagaimana negeri mereka sekarang?

Semua kesadaran diatas seharusnya membawa kita dalam gerak perbaikan. Untuk itu, walaupun masih dalam skala kecil, kami dari komunitas kecil mahasiswa KPK (Kelompok Penunggu Koridor) MIPA, telah menginisiasi berdirinya LAPAK BACA KORIDOR (LBK), menghadirkan berbagai jenis buku di ruang terbuka di tempat banyak banyak mahasiswa melakukan berbagai aktivitasnya, dalam rangka “Soeloeh Boedaja Batja”.


Stiker lapak baca koridor
KPK's Art

Tulisan ini merupakan undangan terbuka bagi kawan-kawan yang ingin turut berpartisipasi, datang meramaikan atau berbagi koleksi buku pribadi untuk dibaca di LBK.

"Everyweek in Wednesday, CORRIDOR READING STAND be present. Come and join us. If one of KPK's books on you, I hope you bring it back soon. And if you have a private books collection, take thehere please. 
Let's share knowledge with the books"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar