Judul Buku : Soekarno;
Membongkar Sisi-sisi Hidup Putra Sang Fajar
Penulis : Alec Gordon, Cornelis Lay, Daniel Dhakidae, Goenawan Mohamad, Hilmar Farid, H.S. Dillon, Idham Samudra Bey, J.J. Rizal, Karlina Supelli, M. Dawam Rahardjo, Poppy Ismalina, Seno Gumira Ajidarma, Taufik Abdullah, Wasisto Raharjo Jati, Wilson, Yudi Latif
Editor :
Daniel Dhakidae
Penerbit : Kompas
Terbit : Agustus
2013
Tebal : xxvii
+ 428 halaman
ISBN : 978-979-709-734-9
Harga : Gratis
(pinjam)
Buku ini mungkin kehilangan arti sebagai buku biografi, terlepas dari
yang dikisahkan adalah sosok seorang tokoh besar, seorang pemikir sosialis,
anti-imperialis dan neo-liberalis, seorang humanis, pengagum wanita, our fonding father, bapak proklamator,
Soekarno. Biografi umumnya akan berkisah tentang perjalanan hidup, tapi lain
dengan yang disajikan dalam buku ini, pergulatan gagasan dan pemikiran menjadi
sajian yang dominan, runut waktu hanya digunakan untuk memperjelas alur lahir
gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran tokoh yang dimaksud, Soekarno.
Buku ini disusun dari tulisan beberapa penulis dengan latar belakang
berbeda serta gagasan-gagasan pokok berbeda pula dari sisi-sisi hidup Bung
Karno. Penggalan kisah hidup diceritakan untuk memberikan gambaran lahirnya
pemikiran-pemikirang Soekarno. Sering beberapa penggal kisah hidup diceritakan
berulang, namun untuk menggambarkan lahirnya pemikiran yang berbeda. Misalnya,
kisah pembuangannya di Ende, Flores, diceritakan dalam lahirnya gagasan
Pancasila, di lain bab diceritakan sebagai rumah pemulihan bagi Soekarno dari
kejatuhan mental akibat sebelumnya ditahan di Penjara Sukamiskin, Bandung.
Carita-cerita kisah berulang tersebut bukanlah suatu cela yang menjadi
kelemahan buku ini, justru dengan demkian, pembaca dapat lebih menyelami
relung-relung kisah yang melahirkan ide-ide besar Bung Karno. Kompleks memang,
namun begitulah kita bisa memahami seorang Bung Karno yang pula kompleks, pun peran
maupun pemikiran-pemikirannya. Kumpulan tulisan ini dibagi dalam tiga bagian.
Bagian Pertama
Bagian pertama membahas
tentang Soekarno dan gagasan-gagasan pemikiran kebangsaan yang dilahirkannya,
terdiri dari enam bab dan dirangkum dalam judul SOEKARNO DAN IDEOLOGI. Bahasan
awal dalam bagian ini dibuka dengan lahirnya gagasan Pancasila sebagai ideologi kebangsaan, hingga bergesernya makna
pancasila di masa orde baru akibat situasi politik. Dalam bagian ini juga
digambarkan Soekarno yang seorang Ideolog, dari Pancasila, partai tunggal atau Staatpartij,
demokrasi terpimpin, gagasan kebangsaan dan persatuan, sosialisme di
Indonesia, sampai pemikiran ekonomi dengan jiwa anti-imperialisme dan anti-kapitalisme
dalam konsepsi Sosio-demokrasi, lahir
sebagai gagasan-gagasan beliau.
Bagian ke Dua
Bagian ke dua tentang pengasingan Soekarno di Ende, Flores, diberi
judul ENDE DAN SOEKARNO. Bagin ini terdiri dari tiga bab. Bahasan pada bab
pertama tentang latar belakang munculnya politik pengasingan. Bab selanjudnya
mengungkap sisi lain Ende bagi Soekarno yang justru menjadi tempat pemulihan
baginya, tempatnya menemukan kembali (lebih tepatnya, ‘memantapkan’) ide-ide
pergerakan yang hampir “terbenam” dalam keraguan. Bab terakhir berbicara tentang pandangan
Islam Bung Karno.
Ende yang oleh pemerintah kolonial diharapkan bisa memadamkan “api
Soekarno”, justru menjadi tempat mengumpul dan memupuk bara-bara panas, benih yang
kemudian berevolusi dalam diri Soekarno menjadi “api vulkanik” yang kemudian
lebih membakar lagi semangat pergerakan rakyat nusantara mengobarkan perjuangan
revolusi hingga mencapai Indonesia merdeka 1945.
Bagian ke Tiga
Selanjudnya SISI-SISI LAIN SOEKARNO. Bagian ini memberikan tinjauan
tentang retorika Soekarno, kemudian pandangan Soekarno tentang perempuan
sebagai bagian dari kekuatan besar perjuangan, masing-masing dirangkum dalam
bab 1 dan bab 2. Bab 3 berbicara tentang usaha-usaha pemerintah orde baru
mengubur dalam-dalam nama Soekarno sebagai bagian dari sejarah Indonesia
melalui berbagai serangan dan tudingan erat dengan peristiwa Gestap atan
G30S/PKI. Bab 4 mengungkap peran Soekarno dikancah internasional, bagaimana
gagasan-gagasan beliau dalam membangun politik negara-negara “dunia ke tiga”.
Di bab 5 kita akan mendapat gambaran betapa dermawannya negri nusantara ketika
masih berada di bawah kekuasaan kolonial, dimana telah memberikan ‘sumbangan
besar’ bagi pembangunan negara-negara eropa dengan nilai miliyaran Gulden.
Pada bagian akhir buku ini, pembaca akan coba diarahkan untuk
mendapatkan jawaban dari pertanyaan, Siapa Soekarno? Namun dari
kesimpulan-kesimpulan yang dirumuskan dalam epilog ini, pembaca tidak akan
mendapatkan kalimat yang dengan tegas menjawab pertanyaan di atas. Pembaca
hanya akan mendapatkan penggambaran-penggambaran kompleks tentang Soekarno,
karena memang itulah Soekarno, kompleksitas yang tearah dalam satu sosok
manusia, di satu sudut bumi, Indonesia. Memahami Soekarno hanya dengan memahami
Indonesia, memahami Soekarno hanya dengan memahami Sejarah.
Satu pandangan inkonsisten (kalaupun
dapat dianggap kekurangan) dalam buku ini, ialah tentang empat pucuk surat yang ditulis Soekarno ketika ia dipenjara di
Sukamiskin, Bandung, yang isinya tentang keinginanya untuk mengundurkan
diri dari dunia politik yang menuai kontrofersi publik kala itu. Dalam bahasan Bagian I Bab 2, Pancasila Soekarno dan Orde
Baru, keberadaan surat-surat tersebut dianggap manipulasi pemerintah
kolonoal untuk meredam gejolak pergerakan nasional kala itu. Begitulah asumsi
tandingan yang oleh penulis, Cornelis Lay,
diangkat sebagai pembelaan untuk mengimbangi wacana kebenaran keberadaan surat
tersebut dalam usaha pencitraan buruk Soekarno di mata rakyat Indonesia dalam projek
de-Soekarnoisasi oleh pemerinta Orde Baru.
Beda halnya dalam Bagian II Bab
2, Dari Tempat Pembuangan Menjadi
Rumah Pemulihan, kebenaran adanya surat-surat dimaksud diterima untuk
menguatkan asumsi hancurnya mental Soekarno akibar perlakuan selama ditahan di
Penjara Sukamiskin, Bandung. Asumsi kehancuran mental inilah yang oleh penulis, Daniel Dhakidae, dijadikan fondasi untuk
membangun wacana “Ende sebagai tempat pemulihan” bagi Soekarno.
Lepas dari kenyataan sejarah yang sebenarnya tentang
surat-surat dimaksud di atas yang belum bisa dibuktikan ada-tidaknya, yang
hingga hari ini masih menuai kontrofersi, bagi saya ungkapan ‘inkonsistensi’ di
atas lebih memberikan gambaran objektifitas isi buku ini. Buku ini adalah
kumpulan tulisan tentang Soekarno oleh banyak penulis, dan perbedaan pandangan
antar dua penulis mengenai fenomena sejarah tetap disajikan secara terbuka. Pembaca
tidak diarahkan untuk berpihak dalam salah satu opini yang diungkapkan yang
pada akhirnya akan melahirkan simpati atau antipati pada tokoh yang
diceritakan, dalam hal ini Bung Karno.
1 komentar:
banyak typo bang
Posting Komentar