Halaman

Jumat, 13 Maret 2015

Resensi Buku SOEKARNO; MEMBONGKAR SISI-SISI HIDUP PUTRA SANG FAJAR



Judul Buku       :  Soekarno; Membongkar Sisi-sisi Hidup Putra Sang Fajar
Penulis              :  Alec Gordon, Cornelis Lay, Daniel Dhakidae, Goenawan Mohamad, Hilmar Farid, H.S. Dillon, Idham Samudra Bey, J.J. Rizal, Karlina Supelli, M. Dawam Rahardjo, Poppy Ismalina, Seno Gumira Ajidarma, Taufik Abdullah, Wasisto Raharjo Jati, Wilson, Yudi Latif
Editor                   : Daniel Dhakidae
Penerbit                : Kompas
Terbit                    : Agustus 2013
Tebal                    : xxvii + 428 halaman
ISBN                    : 978-979-709-734-9
Harga                    : Gratis (pinjam)


Buku ini mungkin kehilangan arti sebagai buku biografi, terlepas dari yang dikisahkan adalah sosok seorang tokoh besar, seorang pemikir sosialis, anti-imperialis dan neo-liberalis, seorang humanis, pengagum wanita, our fonding father, bapak proklamator, Soekarno. Biografi umumnya akan berkisah tentang perjalanan hidup, tapi lain dengan yang disajikan dalam buku ini, pergulatan gagasan dan pemikiran menjadi sajian yang dominan, runut waktu hanya digunakan untuk memperjelas alur lahir gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran tokoh yang dimaksud, Soekarno.

Buku ini disusun dari tulisan beberapa penulis dengan latar belakang berbeda serta gagasan-gagasan pokok berbeda pula dari sisi-sisi hidup Bung Karno. Penggalan kisah hidup diceritakan untuk memberikan gambaran lahirnya pemikiran-pemikirang Soekarno. Sering beberapa penggal kisah hidup diceritakan berulang, namun untuk menggambarkan lahirnya pemikiran yang berbeda. Misalnya, kisah pembuangannya di Ende, Flores, diceritakan dalam lahirnya gagasan Pancasila, di lain bab diceritakan sebagai rumah pemulihan bagi Soekarno dari kejatuhan mental akibat sebelumnya ditahan di Penjara Sukamiskin, Bandung.

Carita-cerita kisah berulang tersebut bukanlah suatu cela yang menjadi kelemahan buku ini, justru dengan demkian, pembaca dapat lebih menyelami relung-relung kisah yang melahirkan ide-ide besar Bung Karno. Kompleks memang, namun begitulah kita bisa memahami seorang Bung Karno yang pula kompleks, pun peran maupun pemikiran-pemikirannya. Kumpulan tulisan ini dibagi dalam tiga bagian.

Bagian Pertama

Bagian pertama membahas tentang Soekarno dan gagasan-gagasan pemikiran kebangsaan yang dilahirkannya, terdiri dari enam bab dan dirangkum dalam judul SOEKARNO DAN IDEOLOGI. Bahasan awal dalam bagian ini dibuka dengan lahirnya gagasan Pancasila sebagai ideologi kebangsaan, hingga bergesernya makna pancasila di masa orde baru akibat situasi politik. Dalam bagian ini juga digambarkan Soekarno yang seorang Ideolog, dari Pancasila, partai tunggal atau Staatpartij, demokrasi terpimpin, gagasan kebangsaan dan persatuan, sosialisme di Indonesia, sampai pemikiran ekonomi dengan jiwa anti-imperialisme dan anti-kapitalisme dalam konsepsi Sosio-demokrasi, lahir sebagai gagasan-gagasan beliau.

Bagian ke Dua

Bagian ke dua tentang pengasingan Soekarno di Ende, Flores, diberi judul ENDE DAN SOEKARNO. Bagin ini terdiri dari tiga bab. Bahasan pada bab pertama tentang latar belakang munculnya politik pengasingan. Bab selanjudnya mengungkap sisi lain Ende bagi Soekarno yang justru menjadi tempat pemulihan baginya, tempatnya menemukan kembali (lebih tepatnya, ‘memantapkan’) ide-ide pergerakan yang hampir “terbenam” dalam keraguan.  Bab terakhir berbicara tentang pandangan Islam Bung Karno.
Ende yang oleh pemerintah kolonial diharapkan bisa memadamkan “api Soekarno”, justru menjadi tempat mengumpul dan memupuk bara-bara panas, benih yang kemudian berevolusi dalam diri Soekarno menjadi “api vulkanik” yang kemudian lebih membakar lagi semangat pergerakan rakyat nusantara mengobarkan perjuangan revolusi hingga mencapai Indonesia merdeka 1945.

Bagian ke Tiga

Selanjudnya SISI-SISI LAIN SOEKARNO. Bagian ini memberikan tinjauan tentang retorika Soekarno, kemudian pandangan Soekarno tentang perempuan sebagai bagian dari kekuatan besar perjuangan, masing-masing dirangkum dalam bab 1 dan bab 2. Bab 3 berbicara tentang usaha-usaha pemerintah orde baru mengubur dalam-dalam nama Soekarno sebagai bagian dari sejarah Indonesia melalui berbagai serangan dan tudingan erat dengan peristiwa Gestap atan G30S/PKI. Bab 4 mengungkap peran Soekarno dikancah internasional, bagaimana gagasan-gagasan beliau dalam membangun politik negara-negara “dunia ke tiga”. Di bab 5 kita akan mendapat gambaran betapa dermawannya negri nusantara ketika masih berada di bawah kekuasaan kolonial, dimana telah memberikan ‘sumbangan besar’ bagi pembangunan negara-negara eropa dengan nilai miliyaran Gulden.

Pada bagian akhir buku ini, pembaca akan coba diarahkan untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan, Siapa Soekarno? Namun dari kesimpulan-kesimpulan yang dirumuskan dalam epilog ini, pembaca tidak akan mendapatkan kalimat yang dengan tegas menjawab pertanyaan di atas. Pembaca hanya akan mendapatkan penggambaran-penggambaran kompleks tentang Soekarno, karena memang itulah Soekarno, kompleksitas yang tearah dalam satu sosok manusia, di satu sudut bumi, Indonesia. Memahami Soekarno hanya dengan memahami Indonesia, memahami Soekarno hanya dengan memahami Sejarah.

Satu pandangan inkonsisten (kalaupun dapat dianggap kekurangan) dalam buku ini, ialah tentang empat pucuk surat yang ditulis Soekarno ketika ia dipenjara di Sukamiskin, Bandung, yang isinya tentang keinginanya untuk mengundurkan diri dari dunia politik yang menuai kontrofersi publik kala itu. Dalam bahasan Bagian I Bab 2, Pancasila Soekarno dan Orde Baru, keberadaan surat-surat tersebut dianggap manipulasi pemerintah kolonoal untuk meredam gejolak pergerakan nasional kala itu. Begitulah asumsi tandingan yang oleh penulis, Cornelis Lay, diangkat sebagai pembelaan untuk mengimbangi wacana kebenaran keberadaan surat tersebut dalam usaha pencitraan buruk Soekarno di mata rakyat Indonesia dalam projek de-Soekarnoisasi oleh pemerinta Orde Baru.
Beda halnya dalam Bagian II Bab 2, Dari Tempat Pembuangan Menjadi Rumah Pemulihan, kebenaran adanya surat-surat dimaksud diterima untuk menguatkan asumsi hancurnya mental Soekarno akibar perlakuan selama ditahan di Penjara Sukamiskin, Bandung. Asumsi kehancuran mental inilah yang oleh penulis, Daniel Dhakidae, dijadikan fondasi untuk membangun wacana “Ende sebagai tempat pemulihan” bagi Soekarno.

Lepas dari kenyataan sejarah yang sebenarnya tentang surat-surat dimaksud di atas yang belum bisa dibuktikan ada-tidaknya, yang hingga hari ini masih menuai kontrofersi, bagi saya ungkapan ‘inkonsistensi’ di atas lebih memberikan gambaran objektifitas isi buku ini. Buku ini adalah kumpulan tulisan tentang Soekarno oleh banyak penulis, dan perbedaan pandangan antar dua penulis mengenai fenomena sejarah tetap disajikan secara terbuka. Pembaca tidak diarahkan untuk berpihak dalam salah satu opini yang diungkapkan yang pada akhirnya akan melahirkan simpati atau antipati pada tokoh yang diceritakan, dalam hal ini Bung Karno.

1 komentar:

Magician mengatakan...

banyak typo bang

Posting Komentar